Skip to main content

Belajar Membangun Keluarga Samarah

Ibnul A’rabi berkata:
“Jika engkau mencari perempuan untuk diperistri tanpa pernah mengenalnya sebelum itu, maka perhatikanlah siapa ayah dan paman/bibinya (dari pihak ibu). Sebab, keduanya yaitu kepingan dari perempuan itu, sebagaimana ia pun kepingan dari mereka; seolah-olah sepasang tali sandal. Bila yang kaucari darinya yaitu harta, maka sungguh akan tiba sehabis itu kebosanan dan malapetaka.”

Koran, televisi, dan media massa modern yaitu saksi dari kebosanan dan malapetaka tsb. Tidak sedikit suami-istri yang – berdasarkan sebagian orang – disebut-sebut sebagai “pasangan ideal”. Konon kekayaan, kecantikan, ketampanan, bakat, dan popularitas mereka nyaris sempurna. Namun, tiba-tiba mereka terjerat kecanduan obat bius dan alkohol, perselingkuhan, pertengkaran hebat, stress berat kekerasan fisik dan mental, dsb. Sepasang mantan kekasih yang dikagumi jutaan orang itu tiba-tiba bermusuhan sangat serius di pengadilan, kemudian bercerai secara tragis. Mereka tidak menemukan kebahagiaan dan ketenangan bersama pasangan idealnya. Mengapa?

Kita juga sering mendengar orang-orang yang berpacaran dan melaksanakan “penjajakan” selama bertahun-tahun, bahkan sebagian telah tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan. Suatu ketika mereka kemudian siap menikah, namun rumah tangganya terbukti hanya bisa bertahan dalam hitungan bulan. Sekali lagi, mengapa?

Baiklah. Sekarang, kita tidak usah meneliti kesalahan orang lain. Mari menyelisik motif-motif kita sendiri dalam membangun rumah tangga, dan memperbaikinya selagi masih ada kesempatan. Cara terbaik yaitu sekuat tenaga menanamkan agama biar benar-benar menjadi identitas diri. Sebab, jikalau tidak, kita niscaya menghadapi terlalu banyak duduk perkara yang menyulitkan.

Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS: Al-Furqan: 74).

Menurut Imam ath-Thabari, makna ayat ini adalah: memohon biar anak dan istri kita dijadikan sebagai orang-orang yang sejuk dipandang mata, alasannya yaitu selalu taat kepada Allah; dan memohon biar kita dijadikan pola bagi orang-orang yang bertakwa dalam kebaikan-kebaikan. Tentu saja, menjadi pola dan imam bagi orang bertakwa bukan perkara gampang dan tidak bisa diraih dengan berpangku tangan, namun ia sangat layak dibutuhkan dan diperjuangkan.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar