Skip to main content

Aisyah Binti Bubuk Bakar

(Mekah, sekitar 614 – Madinah, 678). Istri ketiga Nabi Muhammad SAW. Ia putri *Abu Bakar as-Siddiq, lahir 8 atau 9 tahun sebelum Hijrah. Ia diberi nama julukan “Ummu Abdullah”, mengikuti nama keponakanya *Abdullah bin Zubair.
Menurut Ibnu Hisyam (ulama, penulis sejarah hidup Muhammad SAW; w. 13 Rabiulakhir 218/8 Mei 833), Aisyah menikah dengan Nabi SAW pada umur 6 tahun dengan mendapatkan mas kawin sebanyak 400 dirham. Akan tetapi, ia gres hidup serumah dengan Nabi SAW 3 tahun kemudian, saat sudah berada di kota Madinah (April – Juni 623). Ia berumur 18 tahun saat Nabi SAW wafat. Ia tidak memiliki anak.

Aisyah pernah terkena petaka berupa gosip bohong (hadis ifk) seusai peperangan melawan bani Mustaliq (628). Peperangan itu diikuti oleh kaum munafik. Aisyah turut mendampingi Nabi SAW berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. Dalam perjalanan kembali dari peperangan, rombongan berhenti pada suatu tempat. Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba ia merasa kalungnya hilang, kemudian pergi lagi untuk mencariya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan asumsi bahwa Aisyah masih dalam sekedup.


Setelah mengetahui bahwa rombongan sudah berangkat, ia duduk menunggu dijemput. Kebetulan, seorang sobat Nabi SAW, Safwan bin Buattal, lewat ditempat itu. Dia terkejut menemukan Aisyah sedan tidur sendirian. Aisyah kemudian dipersilahkan mengendarai untanya. Safwan sendiri berjalan menuntun unta hingga mereka tiba di Madinah.

Melihat datangnya Aisyah bersama Safwan, orang-orang membicarakanya berdasarkan pendapat masing-masing. Mulailah timbul desas-desus. Kemudian kaum munafik membesar-besarkanya. Maka fitnah atas Aisyah pun menyebar, sehingga mengakibatkan kegoncangan di kalangan kaum Muslimin. Pada balasannya Nabi SAW tidak mempersalahkan Aisyah, kemudian turun wahyu yang menjelaskan kebohongan gosip yang menimpanya (QS.24:11).

Aisyah merupakan tokoh kharismatik bagi kaum muslimin. Ia tidak membenarkan tindakan-tindakan *Usman bin Affan, khalifah ketiga. Tatkala rumah Usman dikepung pemberontak, Aisyah meninggalkan Madinah menuju Mekah untuk melaksanakan ibadah Haji.
Sepulang dari Mekah, ditengah perjalanan, ia bertemu dengan seseorang berjulukan Ubaidillah bin Salamah al-Laisi yang gres bertolak dari Madinah. Aisyah diberitahu bahwa Usman mati terbunuh dan *Ali bin Abi Talib dibaiat menjadi khalifah.
Mendengar Ali dibiat, ia merasa sangat kecewa, sebab semula ia menerka bahwa khalifah akan berpindah ke tangan saudara iparnya, Talhah bin Ubaidillah, yang dinilai cakap lagi baik perangainya. Maka ia kemudian kembali ke Mekah. Ia menganggap final hidup Usman itu akhir penganiayaan. Oleh sebab itu, ia kemudian menuntut balas kepada Ali. Dalam hal tuntutan balas ini ia bergabung dengan Talhah, Zubair bin Awwam (sepupu Nabi SAW), dan orang-orang yang merasa terpukul atas final hidup Usman.
Ali menolak untuk menyerahkan para perusuh yang telah membunuh Usman itu, mengingat jumlah mereka ribuan orang. Karena penolakan ini, Aisyah kemudian menentang Ali, dibantu Talhah dan Zubair serta golongan kaum Muslimin. Aisyah beserta para pendukungnya berangkat menuju *Basra, mengharapkan proteksi dari penduduk kota itu.

Semula Aisyah ragu dan ingin mengurungkan maksudnya. Ia merasa ragu saat manyaksikan sendiri beribu-ribu umat meratap pilu waktu ia hendak meninggalkan Mekah menuju Basra, sehingga hari itu dikenal dengan “hari ratapan”. Selain itu ia juga mendapatkan surat dari Ummu Salamah (istri Rasulullah SAW, w. 62 H), yang isinya memperingatkanya supaya tidak melibatkan diri dalam medan pertempuran. Akan tetapi dorongan dari keponakanya, Abdullah bin Zubair, begitu besar lengan berkuasa sehingg ia tidak sanggup mengelakkanya.
Ketika Aisyah, Talhah dan Zubair hingga di Basra, penduduk terpecah menjadi dua; ada yang menolak, tetapi banyak pula yang kemudian menggabungkan diri dengan mereka, diantaranya *Marwan bin Hakam dari Bani Umayyah. Antara dua golongan ini terjadi perkelahian yang menelan korban ratusan jiwa, terutama dari golongan yang menentang Aisyah.

Kemudian Ali tiba dengan membawa bala tentara besar. Pertama-tama diusahakanya, supaya aisyah dan pengikut-pengikutnya mau mengurungkan maksud mereka. Kepada beberapa orang diantara mereka, Ali mengingatkan baiat dan sumpah setia yang telah mereka berikan.

Nasihat Ali sanggup mempengaruhi mereka sehingga diadakanlah negosiasi yang hampir berhasil menghindarkan kaum muslimin itu dari ancaman perang. Tetapi para pengikut abdullah bin Saba (pendiri Syiah, tokoh yang dituduh membunuh Usman) menjalankan rencananya, sehingga terjadi pertempuran. Perang itu disebut “Perang Jamal”, sebab pada waktu itu Aisyah mengendarai unta (Jamal) dalam menunjukkan komando kepada pasukanya. Unta tersebut diatasnya dipasang sekedup dan dilapisi lempengan besi sedemikian rupa sehingga tidak sanggup tertembus panah.

Pertempuran berlangsung sengit dan mengakibatkan terbunuhnya Zubair bin Talhah, tetapi peperangan terus berjalan di bawah pimpinan Aisyah. Ribuan insan gugur dalam membela Aisyah, *Ummul Mukminin (Ibu Kaum Muslimin), dan melindungi unta yang dikendarainya. Sebaliknya, ribuan insan gugur dipihak Ali saat menyerang unta Ummul Mukminin. Tetapi balasannya unta yang di tunggangi Ummul Mukminin berhasil di bunuh. Pertempuran berhenti dan dimenagkan oleh pasukan Ali. Aisyah dikembalikan ke Mekah dengan penghormatan semestinya.

Perang Jamal ini merupakan peperangan yang pertama kali terjadi antara dua pasukan dari kaum muslimin, yang berdasarkan sebagian sejarawan telah menelan puluhan ribu korban jiwa.

Sebagai istri Nabi SAW, Aisyah dikenal sebagai perempuan yang sangat menonjol dalam bidang pemikiran, keutamaan, serta pengahayatan keagamaanya. Banyak hadis yang diriwayatkan. Setelah Nabi SAW meningal, ia menjadi kawasan referensi bagi para sobat Nabi SAW dari balik tabir, jumlahnya tidak kurang dari 1.210 hadis, diantaranya 228 terdapat dalam hadis sahih Imam *Bukhari.

Aisyah dikenal pula orang yang sangat gemar memberi dan tidak suka menyimpan sesuatu dalam rumahnya. Suatau ketiak ia menerima pemberian dari baitulmal sebanyak beberapa ribu dirham. Pemberian itu kemudian ia pisahkan ke dalam beberapa kantong dan semuanya ia bagi-bagikan kepada fakir miskin.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar